Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Minggu, 02 Juli 2017

Abdurrashid Onishi

Pada hari Sabtu siang, 4 April 1987, terjadi musibah yang menimpa pesawat Garuda di Bandara Polonia Medan, sehingga pesawat itu jatuh, meledak dan terbakar. Menurut berita, kecelakaan itu menewaskan 27 orang korban, termasuk di antaranya seorang pemuda berbadan besar bernama Abdurrashid Shaoji Onishi, yang telah gugur sebagai shahid.
Onishi adalah pemuda Jepang, alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor. Ayahnya adalah Abdulhamid Ono, yang pernah tinggal di Indonesia sebelum tahun 1940 dan menetap di Madiun sebagai pedagang. Abdulhamid Ono pernah kawin dengan wanita Jawa Timur dan mempunyai dua anak, tetapi semuanya telah meninggal pada zaman Belanda di Indonesia, dan ia kembali ke Jepang dan kawin lagi dengan wanita Jepang sehingga mempunyai anak bernama Abdurrashid Shaoji Onishi.
Pak Zar sudah kenal baik dengan Adulhamid Ono ketika di Madiun sebelum perang. Perkenalan itu dilanjutkan dengan kedatangan Abdurrashid Onishi ke Pondok Modern Gontor tahun 1970, yang dikirimkan oleh ayahnya untuk belajar agama Islam, agar menjadi muslim yang baik dan da’i.
Onishi belajar agama Islam di Gontor selama dua tahun lebih, dalam program khusus yang diasuh oleh 10 orang guru. Sesudah itu ia pindah ke Jakarta untuk belajar bahasa Indonesia di Universitas Indonesia dan mencari pengalaman kerja. Selanjutnya kembali ke Jepang dan bekerja di Kementerian Luar Negeri Jepang. Pada tahun 1981 diangkat menjadi Konsul Muda Jepang di Surabaya. Sebelum kembali ke Tokyo pada akhir tahun 1983, dia datang ke Gontor dengan anak dan istrinya untuk bersilaturahim dengan K.H. Imam Zarkasyi, sebagai gurunya.
Pada tahun 1986 Abdurrashid Onishi kembali lagi ke Indonesia, diangkat sebagai Wakil Konsul Jenderal di Medan, sampai saat terjadinya kecelakaan itu. Anaknya, Hayato, dan istrinya, Aishah Yoko, menjadi saksi mata terjadinya peristiwa itu, ketika datang untuk menjemputnya di bandara Polonia, Medan.


Sumber: Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar