Pada
hari Sabtu siang, 4 April 1987, terjadi musibah yang menimpa pesawat Garuda di Bandara
Polonia Medan, sehingga pesawat itu jatuh, meledak dan terbakar. Menurut berita,
kecelakaan itu menewaskan 27 orang korban, termasuk di antaranya seorang pemuda
berbadan besar bernama Abdurrashid Shaoji Onishi, yang telah gugur sebagai
shahid.
Onishi
adalah pemuda Jepang, alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor. Ayahnya adalah
Abdulhamid Ono, yang pernah tinggal di Indonesia sebelum tahun 1940 dan menetap
di Madiun sebagai pedagang. Abdulhamid Ono pernah kawin dengan wanita Jawa
Timur dan mempunyai dua anak, tetapi semuanya telah meninggal pada zaman
Belanda di Indonesia, dan ia kembali ke Jepang dan kawin lagi dengan wanita
Jepang sehingga mempunyai anak bernama Abdurrashid Shaoji Onishi.
Pak
Zar sudah kenal baik dengan Adulhamid Ono ketika di Madiun sebelum perang.
Perkenalan itu dilanjutkan dengan kedatangan Abdurrashid Onishi ke Pondok
Modern Gontor tahun 1970, yang dikirimkan oleh ayahnya untuk belajar agama
Islam, agar menjadi muslim yang baik dan da’i.
Onishi
belajar agama Islam di Gontor selama dua tahun lebih, dalam program khusus yang
diasuh oleh 10 orang guru. Sesudah itu ia pindah ke Jakarta untuk belajar
bahasa Indonesia di Universitas Indonesia dan mencari pengalaman kerja.
Selanjutnya kembali ke Jepang dan bekerja di Kementerian Luar Negeri Jepang.
Pada tahun 1981 diangkat menjadi Konsul Muda Jepang di Surabaya. Sebelum
kembali ke Tokyo pada akhir tahun 1983, dia datang ke Gontor dengan anak dan
istrinya untuk bersilaturahim dengan K.H. Imam Zarkasyi, sebagai gurunya.
Pada
tahun 1986 Abdurrashid Onishi kembali lagi ke Indonesia, diangkat sebagai Wakil
Konsul Jenderal di Medan, sampai saat terjadinya kecelakaan itu. Anaknya,
Hayato, dan istrinya, Aishah Yoko, menjadi saksi mata terjadinya peristiwa itu,
ketika datang untuk menjemputnya di bandara Polonia, Medan.
Sumber: Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar