Bulan suci
Ramadhan akan tiba sebentar lagi. Beberapa hari lagi kita akan mendengarkan
bedug berbuka puasa hingga bunyi kentungan di waktu sahur. Masyarakat Muslim
sangat menantikan kedatangan bulan yang penuh berkah ini. Tidak terkecuali
warga Muslim di Magelang. Mereka memiliki tradisi yang cukup unik menyambut
kedatangan bulan yang dinanti, yaitu tradisi bajong banyu.
Tradisi ini
dilakukan masyarakat Magelang yang tinggal di Dusun Dawung, Desa Banjarnegoro,
Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Disebut bajong banyu
karena tradisinya berhubungan dengan air. Menurut laporan rimanews.com
(14/6/2015), warga beramai-ramai saling melempar air dengan suasana yang
penuh dengan kehangatan dan kekeluargaan. Mereka tampak seperti anak kecil yang
suka lempar-lemparan air atau perang air. Tak masalah, karena mereka sangat
menikmatinya.
Bajong
banyu digelar sangat meriah. Ada kirab puluhan warga berpakaian adat Jawa
yang menambah kemeriahannya. Selain itu, dari pantauan suaramerdeka.com
(18/6/2017), sebelum bajong banyu dimulai, warga terlebih dahulu
disuguhi tarian tradisional. Setelah itu, mereka beramai-ramai menuju sumber
mata air dengan berjalan kaki. Bunyi gamelan atau gending Jawa terdengar
mengalun mengiringi perjalanan mereka.
Sesampai di
mata air Tuk Dawung, warga serempak berdoa lalu mengambil air suci yang mereka
sebut dengan air Pawitra. Air dimasukkan ke dalam sejumlah kendi dan dibawa ke
lapangan desa. Orang-orang yang membawa air Pawitra disambut dengan tarian
lambang kegembiraan dan rasa syukur warga kepada Tuhan. Mereka bersyukur karena
keberadaan sumber mata air Tuk Dawung sangat membantu warga dalam memenuhi
kebutuhan hidup.
Setelah
tarian usai, warga memulai “perang”. Ini bukan perang yang Anda takuti itu. Ini
hanyalah perang air. Sebelum “perang” benar-benar dimulai, wadah air seperti
plastik, ember, dan gayung sudah disiapkan. Air Tuk Dawung mereka masukkan ke
dalam wadah tersebut lalu “perang” pun dimulai. Ratusan warga yang hadir di
arena “berperang” saling melempar air hingga masing-masing basah kuyup.
Beginilah tradisi mereka menyambut bulan Ramadhan.
Wajah ceria
anak-anak hingga orang dewasa menjadi pemandangan yang membuat kita tersenyum
dan hati pun terasa lapang. Seakan-akan, tak ada kebencian yang menyelimuti
hati masing-masing. Menurut pengakuan warga kepada suaramerdeka.com,
tradisi yang mereka lakoni tiap tahun itu merupakan simbol penyucian diri. Meskipun
tampak “berperang”, mereka kemudian saling memaafkan sehingga hati menjadi suci
dan bersih menjelang Ramadhan. Ibadah puasa pun bisa dijalankan dengan
sebaik-baiknya.
Demikianlah,
tradisi sederhana namun begitu bermakna. Tradisi “perang” menjelang Ramadhan
ini tidak untuk merajut permusuhan. Tak ada yang marah saat terkena lemparan
air yang dibungkus plastik kecil itu. Malah, senyum dan tawa tak hentinya
mereka tunjukkan kepada para penonton. Kita yang menonton pun seakan tertarik
untuk terlibat dalam “peperangan”. Air yang dilempar berguna untuk menyucikan
hati yang kotor dan menyegarkan semangat silaturahim dan saling memaafkan.
Ramadhan tiba, hati pun gembira tanpa adanya ganjalan dosa. shah wa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar