Ada pepatah
berbunyi “mulutmu harimaumu”. Ada juga pepatah yang mengatakan “lebih baik
tergelincir kaki daripada tergelincir lisan”. Maka, berhati-hatilah saat
berbicara karena kata-kata kita, ucapan kita, dapat menjadi bumerang yang suatu
saat bisa berbalik melukai kita. Mungkin, inilah perumpamaan tepat untuk
mengibaratkan kejadian yang menimpa Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar),
Cornelis. Ia diberitakan goaceh.co (6/5/2017) terusir dari tanah Serambi
Mekkah itu sebagai akibat dari pidatonya beberapa waktu lalu.
Beberapa
waktu lalu, Kamis (27/4), Cornelis menyampaikan pidato kontroversial dan
bernada hinaan hingga menjurus ke arah provokasi di acara pembukaan pesta adat Suku
Dayak Kanayatn di Kabupaten Landak, Naiki Dango, Kalbar, sebagai perayaan usai
panen. Pada kesempatan itu, Cornelis terekam berpidato mengajak masyarakat
Kalimantan Barat, khususnya Suku Dayak untuk menghadang kedatangan tokoh Front
Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq dan Tengku Zulkarnaen atau tokoh FPI lainnya
yang akan berkunjung ke Kalbar.
Video rekaman
pidato Cornelis tersebut tersebar secara ramai di media sosial. Tidak sedikit
masyarakat Indonesia yang menyayangkan tindakan Gubernur Kalbar itu. Di video,
terekam jelas kata-kata provokatif Cornelis. Sebagaimana dilansir sinarharapan.net
(28/4/2017), Ia menyebut dirinya akan berada di barisan terdepan memimpin
warga Dayak untuk menghalangi kedatangan kedua tokoh tersebut jika berani
menginjakkan kaki di Pontianak. Alasannya, mereka dinilai telah menebarkan rasa
benci di kalangan masyarakat terhadap umat non-Islam.
Ternyata, apa
yang disampaikan Cornelis di pidatonya benar-benar dilaksanakan. Menurut
laporan hidayatullah.com (6/5/2017), Ketua Umum FPI, Shabri Lubis, beserta
rombongan yang sudah tiba di Bandara Supadio Pontianak, Jum‘at (5/5) kemarin,
dihadang sejumlah aparat keamanan. Shabri diketahui ingin melantik Ketua DPC
FPI Kubu Raya di Pontianak, Kalbar, sekaligus mengisi peringatan Isra Mi’raj di
Masjid Agung Al Falah, Kabupaten Mempawah, Kalbar, pada hari Sabtu (6/5).
Dengan alasan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mereka diminta
kembali lagi ke Jakarta setelah setengah jam berada di Bandara.
Konsekuensinya,
tuntutan terhadap Cornelis terkait pidatonya yang menyinggung umat Islam
tersebut mulai bermunculan. Masalah semakin runyam dengan ditambah peristiwa
yang menimpa Shabri Lubis dan rombongan di Bandara Supadio kemarin. Warga Aceh
sudah mengambil tindakan. Mereka beramai-ramai menolak kedatangan Cornelis yang
berencana hadir di acara Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (Penas
KTNA) di Banda Aceh.
Rupanya,
Cornelis sudah sampai di Aceh dan menyewa kamar di Hotel Hermes pada hari
Sabtu, tanggal 6 Mei 2017. Masyarakat Aceh yang mengetahui kedatangan Cornelis
di hotel tersebut langsung meminta pihak hotel untuk mengusirnya. Sebelumnya,
mereka diberitakan swamedium.com (6/5/2017), menggelar aksi di bundaran
Simpang 5 Kota Banda Aceh. Akhirnya, pihak hotel menyampaikan kepada para
peserta aksi bahwa Cornelis sudah meninggalkan hotel.
Peristiwa
tersebut ditambah pidato Cornelis tidak menyadari bahwa pidatonya itu akan
sangat menyinggung rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Ia seakan
tidak belajar pada kejadian yang telah menimpa Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaya Purnama alias Ahok. Padahal, sidang penistaan agama yang melibatkan
Ahok belum juga usai. Kini, kasus yang sedikit mirip kembali terjadi, yang juga
dilakukan seorang gubernur atau pejabat pemerintah. Mungkin, tindakan yang
tepat untuk Cornelis adalah segera minta maaf dan memberi pemahaman yang baik kepada
warganya tentang FPI agar tidak lagi terjadi kesalahpahaman dan masalah ini
tidak berlarut-larut, hingga berpotensi memecah belah umat. shah wa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar