Hari Guru sudah lewat. Tapi, bagiku, Hari Guru itu setiap hari,
sebagaimana menjadikan Hari Ayah untuk setiap hari dan Hari Ibu juga setiap
hari. Merekalah orang yang tak boleh kau lupakan setiap waktu. Ayah dan ibu
adalah guru pertama kita. Karena itu, ketika kita mengingat guru, maka kita tentu
mengingat ayah dan ibu juga. Orang tua kita adalah guru dan guru kita adalah
orang tua kita juga yang wajib dan patut dipatuhi, dihormati, disayangi, dan
mendapat bakti kita.
Aku belajar banyak hal dari ayah. Ia sosok yang sabar dan tabah,
tidak banyak mengeluh. Ia sangat dekat dengan Allah. Setiap pagi dan sore tidak
pernah lupa berzikir. Seuntai tasbih selalu ada di tangannya. Ia selalu
mengingatkan kami untuk selalu mengingat Allah setiap waktu. Jangan pernah
menyadarkan diri selain kepada Allah, katanya.
Waktu kecil, aku sering diajak ayah ke masjid atau langgar. Ayah seringkali
menjadi imam shalat. Setelah pandai mengaji, aku selalu diajak mengikuti
kegiatan tadarrus al-Qur’an, khususnya di bulan Ramadhan. Aku dan adik-adikku
tidak pernah kelayapan malam-malam. Alhamdulillah, adik-adik tidak ada yang
membandel dan membantah titah ayah.
Ibuku orang yang cerdas dan seorang pekerja keras, ulet, serta
tekun. Ia mengajari kami bercita-cita tinggi dan mengajari kami cara
menggapainya. Ibuku sosok wanita yang pantang menyerah. Semangat pantang
menyerahnya itulah yang membuatku dan adik-adik meraih sesuatu yang tidak
diraih kebanyakan orang. Ibuku selalu datang membawa harapan.
Sungguh banyak pengorbanan yang telah ia lakukan untuk menjadikan
kami seperti sekarang. Terutama, saat ayah sudah tak mampu lagi bekerja. Ia terus
berjuang untuk kami. Kini, ayah telah tiada. Ibuku tetap optimis menjalani
hidup dan begitu yakin dengan keberhasilan anak-anaknya.
Sedikit demi sedikit, ia menunjukkan kepada kami bahwa apa yang ia
lakukan berbuah manis. Ia seperti ingin mengatakan kepada semua orang bahwa “di
mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan”. Tidak ada yang mustahil. Selama
kita berusaha, bertawakkal kepada Allah, maka jalan ke manapun terbuka lebar,
termasuk rezeki.
Selalu ada harapan di hati ini, kuingin ibuku tetap bersama kami
selama-lamanya hingga kami terus mampu membalasnya dengan budi bakti dan
kesuksesan membanggakan hati.
Doa kami terpanjat untuk ayah. Ia tak sempat mendampingiku
bersanding dengan menantunya di pelaminan. Tapi, aku telah memilih menantu yang
diharapkannya. Sebelum memilih, telah kupastikan ia tak kecewa dengan
pilihanku. Ibuku pun juga bahagia dengan pilihan anak pertamanya. Ia juga berhak
mendapatkan menantu terbaik dari ketiga putranya yang lain. Semoga Allah
memberikannya cucu-cucu yang saleh dan salihah untuk menjadi penyejuk mata dan hatinya
di masa tua. shah wa
Kampung Damai, 28 November 2017
Abdul Wahid Mursyid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar