Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Selasa, 28 November 2017

Ayah dan Ibu, Guruku

Hari Guru sudah lewat. Tapi, bagiku, Hari Guru itu setiap hari, sebagaimana menjadikan Hari Ayah untuk setiap hari dan Hari Ibu juga setiap hari. Merekalah orang yang tak boleh kau lupakan setiap waktu. Ayah dan ibu adalah guru pertama kita. Karena itu, ketika kita mengingat guru, maka kita tentu mengingat ayah dan ibu juga. Orang tua kita adalah guru dan guru kita adalah orang tua kita juga yang wajib dan patut dipatuhi, dihormati, disayangi, dan mendapat bakti kita.
Aku belajar banyak hal dari ayah. Ia sosok yang sabar dan tabah, tidak banyak mengeluh. Ia sangat dekat dengan Allah. Setiap pagi dan sore tidak pernah lupa berzikir. Seuntai tasbih selalu ada di tangannya. Ia selalu mengingatkan kami untuk selalu mengingat Allah setiap waktu. Jangan pernah menyadarkan diri selain kepada Allah, katanya.
Waktu kecil, aku sering diajak ayah ke masjid atau langgar. Ayah seringkali menjadi imam shalat. Setelah pandai mengaji, aku selalu diajak mengikuti kegiatan tadarrus al-Qur’an, khususnya di bulan Ramadhan. Aku dan adik-adikku tidak pernah kelayapan malam-malam. Alhamdulillah, adik-adik tidak ada yang membandel dan membantah titah ayah.
Ibuku orang yang cerdas dan seorang pekerja keras, ulet, serta tekun. Ia mengajari kami bercita-cita tinggi dan mengajari kami cara menggapainya. Ibuku sosok wanita yang pantang menyerah. Semangat pantang menyerahnya itulah yang membuatku dan adik-adik meraih sesuatu yang tidak diraih kebanyakan orang. Ibuku selalu datang membawa harapan.
Sungguh banyak pengorbanan yang telah ia lakukan untuk menjadikan kami seperti sekarang. Terutama, saat ayah sudah tak mampu lagi bekerja. Ia terus berjuang untuk kami. Kini, ayah telah tiada. Ibuku tetap optimis menjalani hidup dan begitu yakin dengan keberhasilan anak-anaknya.
Sedikit demi sedikit, ia menunjukkan kepada kami bahwa apa yang ia lakukan berbuah manis. Ia seperti ingin mengatakan kepada semua orang bahwa “di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan”. Tidak ada yang mustahil. Selama kita berusaha, bertawakkal kepada Allah, maka jalan ke manapun terbuka lebar, termasuk rezeki.
Selalu ada harapan di hati ini, kuingin ibuku tetap bersama kami selama-lamanya hingga kami terus mampu membalasnya dengan budi bakti dan kesuksesan membanggakan hati.
Doa kami terpanjat untuk ayah. Ia tak sempat mendampingiku bersanding dengan menantunya di pelaminan. Tapi, aku telah memilih menantu yang diharapkannya. Sebelum memilih, telah kupastikan ia tak kecewa dengan pilihanku. Ibuku pun juga bahagia dengan pilihan anak pertamanya. Ia juga berhak mendapatkan menantu terbaik dari ketiga putranya yang lain. Semoga Allah memberikannya cucu-cucu yang saleh dan salihah untuk menjadi penyejuk mata dan hatinya di masa tua. shah wa

Kampung Damai, 28 November 2017

Abdul Wahid Mursyid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar