Sudah banyak ungkapan tentang luasnya kasih ibu kepada anaknya.
Sudah tak terhingga kisah yang menceritakan kasih seorang ibu untuk anak
kesayangannya. Sudah tak terkira jumlah kata yang dituliskan untuk
menggambarkan betapa besarnya kasih dan sayangnya. Luas kasihnya mengalahkan
luas samudera, mengalahkan luasnya hamparan bumi, bahkan mengalahkan luasnya
tujuh lapis langit di atas sana.
Sebanyak apapun ungkapan itu, tetap saja tak ada habisnya untuk
mengungkapkan kasih sayang ibu. Sebanyak apapun kisah itu, tetap saja selalu
ada kisah yang bercerita tentangnya. Kisah-kisah itu seakan tak ada habisnya.
Bahkan, bisa jadi kita kehabisan kata-kata dan kehabisan tinta untuk menuliskan
kasih demi kasih yang dimiliki seorang ibu untuk anaknya.
Ia menjadi matahari untuk anaknya di siang hari. Ia menjadi bulan
di malam hari. Ia tak mau anaknya berjalan dalam gelap. Bahkan, jika tak ada
bulan dan matahari, seorang ibu rela menjadi lilin demi menerangi jalan sang
anak.
Banyak sekali pengorbanan yang ia berikan demi seorang anak yang
begitu ia sayangi. Pengorbanan itu begitu besar, tapi seorang ibu tak pernah
menganggapnya sebagai pengorbanan. Ia lebih suka menyebutnya perjuangan. Karena
itulah ia tak pernah mengenal lelah. Ia tampak begitu perkasa di balik segala kelemahan
yang dimiliki seorang wanita. Tak ada kata yang lebih tepat untuk seorang ibu
selain kata “hebat”.
Ia berjuang hidup agar anaknya yang masih dalam ayunan itu bisa
merangkak. Setelah merangkak, ia ingin anaknya segera berdiri. Tak hanya mampu
berdiri, tapi juga mampu berjalan. Melihat anak kecilnya bisa berjalan, wajah
gembira tak mampu disembunyikan. Di balik senyum seorang ibu terselip rasa
bangga melihat anaknya telah mampu melangkahkan kaki, maju-mundur ke sana
kemari sambil tertawa kecil memperlihatkan satu-dua giginya yang mungil.
Saat itu, kita belum mengerti apa-apa. Ternyata, kita baru sadar
bahwa ketika itulah saat-saat pertama kalinya seorang anak membuat ibunya
bahagia. Sesederhana itu kebahagiaan yang ingin didapat seorang ibu. Tidak
muluk-muluk. Ia bahagia jika anaknya bahagia. Ia tidak ingin melihat anaknya
sengsara atau berduka nestapa. Ia tersenyum jika anaknya tersenyum. Ia pun
tertawa jika anaknya bisa tertawa. Ya Rabb, bahagiamu sederhana sekali,
Ibu.
Kau tidak ingin memiliki apa-apa. Kau berikan segala yang kau
miliki untuk anakmu tercinta. Hingga akhirnya ia tumbuh besar dan memiliki
segalanya, mampu berjalan sendiri tanpa perlu digandeng lagi, mampu berjalan
tanpa perlu bantuan lagi. Tampaklah perjuanganmu tak sia-sia. Anak kecil yang
lemah itu sudah tumbuh kuat dan telah sanggup menaklukkan dunianya.
Kasih ibu memang tak mengharap pamrih. Tapi, kau berhak mendapatkan
bakti dan kasih sayang anakmu yang gagah itu, walaupun baktinya tak pernah bisa
dibandingkan dengan kasihmu. Bahkan, jika ia mampu menyulap bumi menjadi
hamparan emas untuk dihadiahkan kepadamu, tetap tak sebanding besarnya kasihmu.
Walaupun seorang ibu tak pernah meminta anaknya untuk
mempersembahkan baktinya, namun di lubuk hatinya yang terdalam terselip keinginan
itu. Ia tak pernah memintamu untuk memberikan segala yang kau miliki. Ia hanya
ingin anaknya berbakti. Karena, itulah kebahagiaan tertinggi seorang ibu yang telah
mengandungnya kurang lebih sembilan bulan lamanya. Jadilah anak saleh, anak
kebanggaan orang tua. shah wa
Kampung Damai, 18 November 2017
Abdul Wahid Mursyid
*Sumber foto: Lensa Fotokita
nice your post
BalasHapusvisit us Jasa Pengiriman Barang