Ada bahtera, ada rumah, dan ada tangga. Jadilah bahtera rumah
tangga. Ya, membangun keluarga itu sama dengan menjalankan bahtera rumah
tangga. Kalian tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya bahtera rumah tangga
itu jika belum berkeluarga. Tentu saja
kalian ingin berkeluarga, bukan? Itu harus. Karena, keluarga adalah masyarakat
kecil yang menjadi cikal bakal sebuah negara. Darinya terlahir umat yang besar.
Pondasi sebuah negara terletak di keluarga, sebagaimana pondasi suatu umat
bergantung pada bagaimana terbentuknya sebuah keluarga.
Satu lagi, berkeluarga adalah sunah Rasulullah Saw, perintah agama
kita. Rasulullah menyatakan akan berbangga dengan banyaknya umatnya di hari
kiamat. Karena itu, menikah dikatakan sebagai ibadah yang bisa menyempurnakan
separuh agama kita. Menikahkah jika kau sudah mampu, jangan menunda-nunda.
Allah telah berjanji di dalam kitab-Nya bahwa Ia akan bertanggung jawab
memenuhi segala kebutuhan orang-orang yang telah menikah. Tidak percaya?
Buktikanlah!
Bahtera rumah tangga adalah tiga kata yang menarik sebagai gambaran
kehidupan keluarga, tentang kisah dan kasih, suka dan duka, antara seorang
suami dan istri, beserta limpahan kasih sayang di antara mereka dan anak-anak.
Dari tiga kata itu saja, jika benar-benar kita cermati, mungkin bagi orang yang
belum berkeluarga bisa merasakan bagaimana rasanya kehidupan keluarga.
Bahtera. Anda tahu apa itu bahtera? Bahtera itu perahu atau kapal
besar. Mungkin bahtera terbesar yang pertama kali dibuat ada di zaman Nabi Nuh
As. Aku tidak tahu, apakah istilah bahtera rumah tangga itu terinspirasi dari
kisah Nabi Nuh As atau bukan. Memang, menurut cerita, bahtera yang dibuat Nabi
Nuh As itu mengangkut berbagai pasangan hewan. Kelak, setelah banjir besar,
hewan yang berpasang-pasangan itulah yang akan berkeluarga dan hidup lestari
sampai sekarang.
Terlepas dari itu, bahtera memang sangat tepat digunakan untuk
menyinggung kehidupan keluarga. Bahtera atau kapal itu memiliki seorang
nakhoda. Ialah orang yang mengendalikan kapal selama berlayar di samudera. Dia
pemimpin di atasnya. Dialah orang yang bertanggung jawab terhadap keselamatan
semua orang di dalam kapal. Karena itu, arahan dan bimbingan, bahkan titahnya
sangat penting.
Menjadi pemimpin di atas kapal itu memang tidak mudah. Ia akan
sangat beruntung jika memiliki awak kapal yang begitu patuh dan taat terhadap
segala arahannya. Memiliki awak kapal yang mengikuti segala arahan, benar-benar
membuat seorang nakhoda merasa tenang mengemudikan kapalnya. Begitulah seorang
suami. Ia adalah nakhoda di atas bahtera rumah tangganya. Ialah yang mengemudi
bahteranya ke pulau impian dengan selamat.
Ia harus mengarungi lautan. Saat sudah berlayar, apalagi jika sudah
di tengah lautan, maka tak ada apapun yang terlihat selain hamparan air nan
amat luas. Ketika itulah kita akan merasakan ombak dan gelombang sedikit demi
sedikit. Terkadang badai pun mungkin akan menyapa. Itu hal wajar. Tidak mungkin
ada samudera yang tidak bergelombang. Tidak mungkin ada lautan yang tidak
berombak. Karena itulah kapal kita kemungkinan bisa bergoyang, dan sedikit
oleng. Jangan takut, jika kita mampu menjaga keseimbangannya, kapal tidak akan
terbalik.
Saat diterpa ombak atau gelombang, hingga badai itu, pasrahkan diri
pada Tuhan. Ingatlah bahwa ombak, gelombang, dan badai itu dikirim oleh Tuhan
untuk menguji kita. Karena itu, ingatlah selalu tujuan kita berlayar, dari mana
kita berangkat, dan siapa yang telah kita pilih untuk menemani pelayaran kita.
Hadapilah bersama-sama. Ketika doa kalian disatukan, saat itulah Allah
memberikan perlindungan. Teruslah berpegangan erat dan jaga keseimbangan, maka
badai pun tak akan mampu menghantam kalian.
Nikmatilah pelayaran. Rasakan goyangan ombak seperti bermain ayunan
di waktu kita masih bersekolah di taman kanak-kanak dulu. Jika tak ada
goyangan, maka tak ada kenikmatan hidup.
Rumah. Kata yang paling dekat dengan ungkapan keluarga adalah
rumah, yaitu tempat berteduh. Mendengar kata rumah, kita pasti langsung
membayangkan sebuah kenyamanan. Betul sekali. Rumah memang tempat yang nyaman
untuk ditinggali. Kata orang, senyaman-nyamannya hotel, tetaplah lebih nyaman
rumah kita sendiri. Rumah adalah surga. Memiliki rumah sama dengan memiliki surga.
Baiti jannati, kata Rasulullah Saw.
Sebagai gambaran dari keluarga, rumah itu menggambarkan bagaimana
suami-istri hidup bersama di bawah satu atap. Satu sama lain saling mengenal
kepribadian masing-masing, saling memahami, saling memaklumi perbedaan
masing-masing, saling menutupi kekurangan, dan saling melengkapi. Jika ada
waktu luang, mereka pun saling berkisah dan bercerita tentang segala hal yang
indah. Suami menjadi pemimpin yang dipatuhi dan istri menjadi penyejuk mata dan
hati. Oh, baiti jannati. Memang benar apa dikatakan Rasulullah Saw itu.
Satu kata lagi, yaitu tangga. Maka, lengkaplah bahtera rumah tangga
itu. Kita semua tahu bahwa tangga itu digunakan untuk naik dan turun.
Sebenarnya, ia dibuat untuk naik, bukan? Bukan untuk turun. Keluarga yang
dibangun dengan baik pasti akan meningkat naik, dari segi apapun juga, karena
dibangun dengan saling bahu membahu. Istri selalu mendukung suami dalam segala
hal. Karena itulah, di balik kesuksesan seseorang, pasti ada istri yang hebat
di belakangnya. shah wa
Kampung Damai, 28 November 2017
Abdul Wahid Mursyid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar