Jodoh memang rahasia Allah. Tidak ada seorang pun yang tahu dengan
pasti siapa yang akan bersanding dengannya di pelaminan. Namun, Allah sudah
menentukan jodoh kita sejak kita berada dalam kandungan. Hanya saja, ada tirai yang
membatasi kita untuk menemukannya hingga waktu yang telah ditetapkan. Saat
waktu itu tiba, tirai itu pun pasti akan tersingkap.
Bagaimana Allah menyingkapkannya? Setiap orang punya kisahnya
masing-masing. Karena jodoh itu sifatnya rahasia, tentu banyak sekali kejutan
yang mengiringinya. Itu semua tidak terlepas dari cara Allah untuk membuktikan
bahwa jodoh kita sudah diatur oleh-Nya, seperti halnya rezeki yang didapat dan
usia yang dimiliki manusia.
Aku termasuk orang yang mendapat kejutan manis dari Allah. Tirai
jodohku tersingkap di waktu yang tepat dan dengan cara yang indah. Wanita yang
kini telah menjadi bagian hidupku bukanlah orang yang kukenal sebelum menikah.
Bahkan, kami tak pernah bertemu dan tidak saling tahu sebelum ia resmi
kupinang. Ia benar-benar seperti tersembunyi di balik tirai, lalu Allah
tiba-tiba menyingkapnya saat aku telah siap.
Sebulan setelah ayahku meninggal, ibu mulai memberikan lampu hijau
untukku. Saat itu, usiaku memang sudah mendekati kepala tiga. Ia mengatakan
kepadaku bahwa sudah saatnya aku berikhtiar mencari jodoh. Ia berpesan untuk
memilih gadis baik, salihah, dan sayang keluarga, serta hormat pada orang tua
dan bisa berbakti kepada suami dalam suka maupun duka. Tak masalah orang mana
saja dan dari kalangan apa saja.
Sejak mendapat pesan dari ibuku, aku mulai membersihkan diri dari
dosa-dosa. Kubersihkan hati dan kusucikan pikiran dengan mendekatkan diri
kepada Allah. Aku tidak tahu harus memilih siapa karena saat itu aku berada
dalam gelap. Cara yang paling tepat adalah mendatangi Sang Pemilik cahaya untuk
menghapus kegelapan di sekelilingku, lalu Ia tunjukkan jalan yang harus kulalui
untuk menemukan wanita idaman hati. Aku benar-benar bertawakkal kepada-Nya
untuk mendapatkan jodoh terbaik teman sehidup semati.
Tak lama kemudian ikhtiarku membuahkan hasil. Pada pertengahan Mei
2016, aku menemukan secercah cahaya yang kucari. Saat itu, calon istri seorang
teman akrabku menyapaku lewat facebook. Ia biasa dipanggil Uyung. Ia
menyampaikan salam dari calon suaminya, Arie, teman seangkatanku yang sudah
pindah mengajar ke tempat lain. Saat itu pula ia menawarkan diri untuk
membantuku mencari jodoh.
Aku sempat berpikir, mungkin ini jalan yang sedang disiapkan Allah
untukku. Kupersilakan saja. Tanpa pikir panjang, ia langsung menyebut ada
seorang gadis yang katanya sangat cocok untukku. Ia yakin sekali dengan
kata-katanya. Hatiku seperti digerakkan untuk bertanya siapa nama gadis itu.
Lalu ia menyebut namanya, nama yang indah. Nur Kamilah Habibah.
Aku terperanjat. Ada yang aneh menurutku. Nama itu seperti pernah
kudengar sebelumnya. Ada yang pernah menyebut nama itu hampir setahun yang
lalu. Apakah ini pertanda jodoh? Kataku dalam hati. Hatiku merasa ingin
tahu lebih jauh. Lalu kutanyakan bagaimana kepribadiannya dan beberapa hal
tentangnya, termasuk fotonya. Tak ada foto di akun facebook-nya. Justru,
fotonya hanya ada di akun facebook Uyung. Rupanya, Uyung menjadikan foto
mereka berdua sebagai foto profil.
Uyung mengaku sangat mengenalnya karena orang itu adalah teman
sekelasnya sekaligus teman dekatnya. Karena itu, ia pun tidak ragu untuk
menyandingkannya denganku. Menurutnya temannya itu sangat cocok denganku
seolah-olah ia sangat mengenalku. Arie memang mengenaliku luar dalam dan ia
pasti sudah menceritakan apapun tentangku kepada calon istrinya itu. Jadi, ia
merasa temannya itulah jodoh yang tepat untukku.
Kulihat fotonya. Hatiku seperti berkata ‘iya’ dan mendorongku untuk
segera mengambil langkah. Lalu, dengan mengucap bismillah kuminta Uyung
untuk menanyakan ke orangnya apakah ia berkenan untuk membuka pintu ta‘aruf.
Bukan kepalang senangnya si Uyung mendengar kata-kataku. Padahal, belum tentu
temannya itu mau menerimaku. Tapi, entah dari mana datangnya keyakinan di
hatiku. Aku merasa optimis. Uyung pun menyanggupinya. Ia berjanji akan segera
memberi kabar bahagia untukku.
Setelah percakapan itu, aku langsung menghubungi seseorang untuk
menambah keyakinan di hati, sekaligus memastikan bahwa ini adalah petunjuk dari
Allah. Orang itu adalah Mbak Sari, kakak perempuan salah seorang muridku,
sekaligus istri salah seorang seniorku. Kalau tidak salah, kurang lebih setahun
sebelum ini ia pernah berkeinginan memperkenalkan seorang adik kelasnya
kepadaku. Ia sudah menyebut namanya. Tapi, waktu itu aku masih belum dapat
lampu hijau dari orang tua dan masih disibukkan dengan tugas-tugas kuliah.
Akhirnya, saat itu hanya berhenti pada nama saja. Tidak ada langkah-langkah
lain. Fotonya pun tidak pernah kutahu, apalagi sampai bertemu orangnya.
Anehnya, nama yang disebutkan itu masih melekat dalam ingatan.
Namanya persis sama dengan yang disebutkan oleh Uyung. Nur Kamilah Habibah.
Karena itulah, aku kembali menanyakan ke Mbak Sari tentang nama itu. Ternyata,
orang yang ingin diperkenalkan Uyung kepadaku tidak berbeda dengan orang yang
namanya pernah disebutkan Mbak Sari jauh-jauh hari sebelumnya. Padahal, Uyung
tidak pernah mengenal Mbak Sari, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua
benar-benar tidak saling mengenal, tapi memperkenalkan orang yang sama
kepadaku. Allah Mahabesar!
Setelah mendapati kenyataan ini, aku bergerak cepat mengikuti
petunjuk. Aku benar-benar tidak sabar mendengar kabar dari Uyung. Akhirnya, aku
meminta kesediaan Mbak Sari untuk memperkenalkanku kepada adik kelasnya itu.
Hatiku benar-benar mantap. Apalagi setelah mendengar tentangnya sekali lagi
dari Mbak Sari. Apa yang digambarkan Uyung tentang temannya itu tidak berbeda
sama sekali dengan apa yang disampaikan Mbak Sari. Semua tentangnya benar-benar
sesuai dengan kriteria pendamping hidup impianku. shah wa
Bersambung ke “Sebuah Penolakan...”
Kampung Damai, 20 Juli 2018
Nur Wahid Al-Banjary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar