Aku berhutang budi pada keluarga Hendra. Tanpa bantuan mereka,
mungkin saja acara pernikahanku tidak berjalan dengan lancar. Merekalah yang
membukakan pintu rumah lebar-lebar untuk memberi kami tumpangan menginap selama
di Yogyakarta. Jika tidak, kami hanya akan menghabiskan uang jutaan untuk
menyewa penginapan.
Selain itu, ayah Hendra mengerahkan seluruh anggota keluarganya
untuk menjadi pengiring pengantin mempelai pria. Rombongan kami terlihat banyak
dengan keikutsertaan mereka. Padahal, sebenarnya rombongan asli dari Kalimantan
hanya berjumlah lima orang. Ditambah rombongan adikku dari Jakarta sebanyak
lima orang juga. Dengan adanya tambahan dari anggota keluarga Hendra, jumlah
rombongan yang mengiringiku di belakang terlihat cukup banyak.
Kami memang tidak bisa membawa rombongan banyak dari Kalimantan
karena keterbatasan dana. Biaya tiket pesawat untuk mendarat di Yogyakarta dua
kali lipat tiket Banjarmasin-Surabaya. Karena itu, kami hanya datang dengan
keluarga inti. Ibuku pun sudah berencana menggelar acara di Kalimantan sebulan
kemudian. Jadi, kerabat dan teman-teman di Kalimantan yang tidak bisa hadir di
Yogyakarta bisa menghadiri acara di Kalimantan.
Siapakah Hendra? Ia adalah teman kuliah adikku di STIKES Harapan
Bangsa Purwokerto. Untuk urusan pertemanan, adik keduaku memang pandai mengambil
hati orang. Ia sangat dekat dengan Hendra dan keluarganya. Bahkan, ia sudah
dianggap seperti keluarga sendiri. Pintu rumah Hendra terbuka lebar untuknya.
Kebaikan mereka memang tak bisa dilupakan. Tanpa bantuan mereka,
aku pasti kebingungan mengurus kedatangan orang tuaku. Ayah Hendra bersedia
meluangkan waktu menjemput ibuku dan rombongan dari bandara. Bahkan, ia
menyempatkan waktu mengantar ibu dan yang lain berbelanja untuk membeli
oleh-oleh sebelum pulang ke Kalimantan.
Karena itu, adikku selalu memintaku untuk mampir ke rumah Hendra
jika sedang berada di Yogyakarta. Ia merasa berutang budi, apalagi aku yang
punya hajat ketika itu. Semoga Allah membalas kebaikan mereka semua. shah
wa
Kampung Damai, 26 Juli 2018
Nur Wahid Al-Banjary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar