Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Jumat, 27 Juli 2018

Restu Ustadz Suharto


Ustadz Suharto adalah Wakil Pengasuh di Gontor Putri 1, Sambirejo, Mantingan, Ngawi. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Wakil Direktur KMI di Gontor Pusat. Saat itu, beliau sering berinteraksi dengan kami di Sekretaris Pimpinan dalam banyak urusan pondok. Sehingga, teman-teman di Sekretaris, termasuk diriku sendiri, terbilang cukup dekat dengan beliau.
Sejak beliau menjadi orang nomor satu di Gontor Putri 1, kami sangat jarang bertemu. Tapi, aku tahu beliau tidak pernah lupa dengan orang-orang yang pernah membantu selama beliau menjadi Wakil Direktur KMI, termasuk para staf Sekretaris Pimpinan. Jadi, jika kami bertemu, beliau tentu masih mengenali.
Aku tak pernah menyangka akan berurusan dengan beliau terkait jodoh. Beliau juga pasti tidak menyangka jika calon istriku merupakan salah satu anak didik terbaiknya. Karena masih terikat pengabdian di Gontor Putri 1, aku harus mendapatkan izin beliau untuk proses lamaran.
Maka, pada hari itu, sekitar pertengahan November 2016, bertepatan dengan jadwal mengajarku di Kampus Mantingan, aku berencana menghadap beliau. Aku harus memberitahu bahwa salah seorang anak asuh beliau akan kulamar. Izin dan restunya kuperlukan untuk proses lamaranku minggu depan.
Lalu kutelepon beliau. Alhamdulillah, beliau masih mengenaliku. Kemudian kutanyakan waktu luang untuk bisa bertemu. Beliau mempersilakanku untuk datang ke rumah setelah Magrib.
Hujan sempat turun pada sore harinya. Aku sempat khawatir hujan makin lebat hingga malam. Sehingga, bisa saja menghambat rencanaku untuk bertamu ke rumah Ustadz Suharto. Tapi, setelah Magrib hujan mereda. Hanya gerimis kecil sisa-sisa hujan lebat tadi sore yang belum berhenti.
Dengan berjalan kaki sejauh 200 meter, aku berangkat ke rumah beliau usai shalat. Beliau menyambutku dengan ramah sekaligus menanyakan kabar. Ada raut penasaran di wajahnya. Tentu saja beliau ingin tahu maksud dan tujuan kedatanganku yang tidak biasa itu.
Untuk menghapus rasa penasarannya, aku langsung menyampaikan maksud dan tujuanku menemui beliau. Pertama, kusampaikan bahwa aku sudah menemukan pilihan hati dan akan segera melaksanakan lamaran. Beliau ikut senang mendengarnya dan mengucapkan selamat.
Aku berhenti sejenak. Lalu kusampaikan maksud kedua kedatanganku, bahwa gadis pilihanku itu adalah salah seorang dari anak didik beliau dan masih mengabdi sebagai guru di pondok yang beliau asuh. Karena itu, aku ingin memintakan izin untuknya agar bisa pulang pada hari H lamaran, sekaligus berharap doa restu beliau untuk kami berdua.
Kali ini, beliau tampak terkejut walau berusaha menutupi keterkejutannya. Dengan senyuman khasnya, beliau merestui dan memberikan izinnya. Lalu bertanya, “Bagaimana kalian bisa bertemu?”
Aku sudah menduga pertanyaan ini. Beliau tahu aku sangat jarang ke Mantingan, bahkan hampir tidak pernah ke sana selama beliau mengasuh. Aku juga baru mendapatkan jadwal mengajar di Kampus Mantingan baru-baru ini dan tidak mengajar mahasiswi Ushuluddin. Sedangkan anak didik beliau yang akan kulamar itu tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Ushuluddin Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
Aku pun menjelaskan proses perkenalanku yang di luar dugaan itu. Beliau pun paham bahwa semuanya sudah diatur oleh Allah. Bahkan, beliau sempat tercengang saat tahu bahwa kami belum pernah sama sekali bertemu, dan aku langsung tertarik untuk melamarnya. Lalu beliau menawarkan kesempatan kepadaku untuk bertemu orangnya. Kata beliau, jika aku ingin bertemu, saat itu juga beliau akan memanggil anak didiknya itu. “Dia pasti langsung datang karena saya juga berstatus sebagai pembimbing skripsinya,” kata Ustadz Suharto.
Tapi, aku menolak dengan halus tawaran beliau. Aku ingin bertemu di saat lamaran saja. Ustadz Suharto pun memaklumi. Beliau mengucapkan selamat sekali lagi dan memberikan doa restunya untuk kami. Terakhir, beliau meyakinkanku bahwa pilihanku sudah tepat. Menurut beliau, gadis yang kupilih itu akan siap berjuang denganku di mana saja dan dalam kondisi apa saja. Ia adalah jodoh terbaik untukku, demikian tutur beliau. shah wa

Kampung Damai, 27 Juli 2018
Nur Wahid Al-Banjary  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar