Setelah berlalu tiga hari, baru ada jawaban. Rupanya, Mbak Sari
bergerak lebih cepat daripada Uyung. Dari Mbak Sari aku sudah mendapatkan
sebuah jawaban. Namun, jawaban yang kudapat tidak sesuai harapan. Rupanya,
Allah ingin menguji kesabaranku sekali lagi. Aku mendapatkan penolakan halus
dari seorang gadis salihah yang selama ini kudamba-dambakan.
Aku menarik napas panjang. Kubaca pelan-pelan potongan jawaban yang
disampaikan lewat Mbak Sari.
“Saya ingin fokus mengurus akhirat dulu, ingin membuat kejutan
untuk orang tua, kejutan di akhirat.”
“Kok, saya inginnya dengan orang Jawa, atau orang Jawa
Tengah... takut kejauhan.”
Kurang lebih begitulah jawaban penolakan yang kuterima. Aku bisa
menangkap maksud dari jawaban itu. Intinya dia masih ingin memperbaiki diri
dengan meningkatkan ibadahnya, belum memikirkan urusan menikah. Selain itu,
jauhnya jarak juga tampak jadi pertimbangan. Dia orang Yogyakarta, aku orang
Kalimantan. Jauh, bukan? Setidaknya, dari rumahnya ke rumahku, bisa tiga kali
naik alat transportasi dengan waktu tempuh berjam-jam. Tentu saja melelahkan.
Sebenarnya, aku juga sering sangsi bisa berjodoh dengan orang di
luar Kalimantan, khususnya dengan orang yang berasal dari Jawa. Alasannya hanya
satu, jarak. Adakah orang Jawa yang mau menikah dengan orang Kalimantan
sepertiku ini? Begitu selalu terpikir dalam benakku.
Tapi, aku selalu menepis pemikiran ini. Jarak sejauh apapun tidak
akan dapat memisahkan dua orang yang berjodoh. Allah telah mempertemukan Adam
dan Hawa yang terpisah sejauh jarak dari timur ke barat. Maka, tidaklah sulit
sama sekali jika hanya terpisah Laut Jawa. Biaya transportasi? Allah Maha
Pemberi Rezeki. Masih kurang yakinkah Anda dengan kemurahan-Nya? Apalagi Allah
sudah menjamin rezeki dua orang yang mengikuti sunnah Rasulullah Saw, yaitu
menyempurnakan separuh agama.
Aku sudah menyerahkan sepenuhnya urusan jodohku kepada Allah.
Walaupun sudah jelas maksud dari jawaban di atas, aku masih merasa punya
harapan. Entah dari mana datangnya harapan itu. Hanya saja, hatiku mengatakan
bahwa ini belum final. Dia memang sudah memberikan jawaban penolakan melalui
Mbak Sari. Tapi, aku masih menunggu jawaban yang disampaikannya lewat Uyung. Sampai
detik ini, Uyung belum juga memberitahuku. Jika jawabannya sama, maka sudah
jelas ia bukan jodohku.
Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada Mbak Sari atas
kesediaannya membantuku. Ia meminta maaf tidak bisa berbuat banyak meyakinkan
adik kelasnya itu. Tak masalah. Jika berjodoh, Allah pasti memberi jalan. Terkadang
jalan itu memang di luar dugaan kita. Seperti halnya rezeki yang bisa datang
dari arah yang tak disangka-sangka. Aku pun kembali ke atas sajadah, bersujud
dan berdoa. Mungkin saja Allah akan membalik hatinya dan memberikan jawaban
yang berbeda. shah wa
Bersambung ke “Kesucian Ta‘arufku...”
Kampung Damai, 21 Juli 2018
Nur Wahid Al-Banjary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar