“Nama yang indah,” kata ibuku. Itulah kata-kata pertama yang keluar
dari mulut ibuku saat kusebutkan nama calon menantunya. Kulihat jelas betapa
senangnya ibuku mendengar nama itu. Ia mungkin tidak tahu artinya. Tapi, ia
bisa merasakan keindahan susunan namanya dan mampu membayangkan keindahan budi
pekerti pemiliknya. Tidak ada sedikit pun keraguan dari ibuku untuk menerima si
pemilik nama menjadi bagian dari keluarga kami, walaupun ia tidak tahu sama
sekali siapa sebenarnya sang pemilik nama itu.
Naluri seorang ibu sangatlah tajam. Ia memang tidak tahu siapa itu
Nur Kamilah Habibah, tapi ia tahu putra pertamanya pasti tidak salah memilih
pendamping hidup. Ia begitu meyakini pilihanku dan langsung menyetujuinya.
Tidak ada pertanyaan lain tentangnya selain ‘kapan bisa dilamar’ dan diresmikan
menjadi anggota keluarga Haji Mursyid. Sayangnya, aku tidak sempat
memperkenalkannya kepada ayah, bahkan namanya pun tidak sempat ia dengar.
Namun, aku tahu ayahku pun pasti menyetujui pilihanku ini.
Nur Kamilah Habibah. Pertama kali mendengar namanya, jantungku
langsung berdegup lebih kencang dari biasanya. Nama itu sulit diabaikan.
Pemiliknya tentu seorang yang istimewa. Tanpa pikir panjang, aku langsung
meminta kepada Allah untuk menjadikannya akhir dari pencarian jodohku. Allah
pun mengabulkan doaku. Si pemilik nama yang indah itu kini sudah berada di
sampingku dan siap sedia menemaniku dalam suka maupun duka.
Orangnya sangat sesuai dengan namanya. Nur bermakna cahaya. Ia
juga bermakna petunjuk atau hidayah. Cahaya memang identik dengan segala
kebaikan. Di dalam dirinya pun kutemui banyak kebaikan yang menjadikannya
seorang istri salihah. Kebaikan-kebaikan itulah yang membuatnya tampak indah
bercahaya. Cahayanya putih bersih dan bersinar terang. Indah sekali. Tak
kusangka bisa mendapatkan cahaya seindah itu, namun Allah telah berbaik hati
menghadirkannya untukku.
Kamilah bermakna sempurna. Bagiku, si
pemilik nama adalah orang yang sempurna untukku, untuk menutupi segala
kekuranganku. Manusia memang tercipta dengan segala kekurangan karena kesempurnaan
itu hanyalah milik Allah. Tapi, kita diilhami untuk terus meningkat dengan
memperbaiki diri hari demi hari. Kemauan untuk memperbaiki diri itulah yang
dimiliki istriku.
Habibah bermakna kekasih atau orang yang
disayangi dan dikasihi. Ia memang disayang banyak orang. Teman-temannya
menyayanginya, demikian juga guru-guru yang mengenalnya. Tentu saja ia adalah
anak kesayangan orang tuanya. Aku juga tahu bahwa ia terus berusaha menjadi hamba
yang selalu disayangi Allah. Demikianlah, dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, aku begitu menyayanginya sebagai seorang istri dan ibu dari
anak-anakku.
Nur Kamilah Habibah, nama yang
indah, bukan? Aku kini hidup bersama sang cahaya. Ia menyempurnakan kehidupanku
yang penuh dengan segala kelemahan dan kekurangan. Dan ia menghadirkan kasih
sayang di dalam hatiku. Maafkan aku jika belum bisa menjadi suami yang sempurna
untukmu, wahai istriku...! shah wa
Kampung Damai, 3 Juli 2018
Nur Wahid Al-Banjary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar