Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Rabu, 19 April 2017

Ahok Kalah, Inilah 3 Penyebab Sekaligus Pelajaran Penting yang Diakuinya

Jauh hari sebelum pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama yang berlanjut dengan putaran kedua, banyak kalangan yang memprediksi pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful Hidayat atau Ahok-Djarot, menang dengan mudah. Kala itu, elektabilitas Ahok-Djarot begitu tinggi, hingga sejumlah partai lawan politiknya kesulitan menentukan paslon yang tepat untuk menandinginya.
Namun, seiring berjalannya waktu yang diwarnai berbagai perubahan konstelasi politik di Jakarta, muncullah dua paslon penantang yang tak terduga, yaitu paslon nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (Agus-Sylvi), dan paslon nomor urut 3, Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno (Anies-Sandi). Paslon nomor urut 3 yang akhirnya menjadi penantang serius bagi paslon nomor urut 2. Agus-Sylvi kalah telak, sementara perolehan suara Ahok-Djarot dan Anies-Sandi berselisih tidak terlalu jauh pada putaran pertama.
Anies-Sandi benar-benar menjadi menjadi batu sandungan bagi Ahok-Djarot. Perlahan, tapi pasti, elektabilitas Anies-Sandi meroket menjelang hari H Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Berbagai lembaga survei pun sempat mengunggulkan Anies-Sandi sebelum pemungutan suara berlangsung. Akhirnya, prediksi sejumlah pihak terbukti, Ahok-Djarot dikalahkan Anies-Sandi, meski penilaian ini masih berdasarkan versi hitung cepat lembaga-lembaga survei terpercaya.
Sebagai politikus berjiwa besar, Ahok-Djarot mengakui kekalahan ini. Ahok sendiri mengaku mendapat pelajaran berharga dari penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta yang diikutinya. Mungkin itu juga yang menjadi penyebab kekalahannya. Kepada media, Ahok mengaku mendapat tiga pelajaran penting dari kekalahannya sebagaimana dilansir mediaindonesia.com (19/4/2017).
Pertama, jangan sembarangan bicara. Kata Ahok, sebagai pejabat publik ia semestinya menjaga ucapannya alias tidak asal bicara. Pelajaran pertama ini merujuk pada kasus penodaan agama yang menimpanya. Betul sekali Pak Ahok, tergelincir lidah itu lebih berbahaya daripada tergelincir kaki.
Kedua, jangan arogan dan mengumbar amarah di depan umum. Ahok memang kerap terlihat marah-marah selama menjadi wakil gubernur maupun setelah menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo. Bahkan, kemarahannya itu sering dipertontonkan di depan masyarakat banyak dan disiarkan di televisi. “Pejabat publik jangan marah depan umum, itu pelajaran kedua,” kata Ahok kepada mediaindonesia.com.
Pelajaran terakhir, yang ketiga, nasihat orang perlu didengarkan. Menurut Ahok, selama ini dia memang seringkali tidak mendengarkan nasihat dari partai pengusung, termasuk nasihat Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem, yang memintanya menjaga sikap dan etika. Iya, betul sekali, Pak. Kita semua adalah masyarakat yang menjaga sikap dan etika dalam segala lini kehidupan. Jadi, nasihat Pak Surya Paloh itu sangat betul sekali.
Ahok menyadari ketiga hal itu sebagai penyebab kekalahannya. Ia legawa dan berharap paslon terpilih bisa membangun Jakarta menjadi lebih baik dan berkemajuan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar