Aku senang sekali dengan kemenangan Manchester
City tadi malam. Tidak sia-sia menontonnya hingga selesai dari jam 11 malam.
Dengan skor 1-2, klub sepakbola asuhan Pep Guardiola tersebut berhasil
memenangkan pertandingan melawan musuh bebuyutan mereka, Manchester United
alias MU. Kemenangan itu lebih membanggakan lagi bagi David Silva dan
kawan-kawan karena didapat di kandang MU yang terkenal itu, Old Trafford.
Sebenarnya, skornya bisa lebih besar lagi jika
pasukan Guardiola mampu memaksimalkan sejumlah peluang yang mereka ciptakan.
Sayangnya, para penyerang City tidak berada dalam performa terbaik mereka.
Beberapa keputusan wasit juga tampak merugikan City walaupun MU juga mengklaim
hal yang sama. Tapi, menurutku City lebih banyak dirugikan seperti beberapa
klaim pinalti yang tidak diiyakan oleh wasit.
Seperti diduga sebelumnya, MU berniat kembali
“memarkir bis” di depan gawangnya. Mereka menunggu kesempatan yang tepat untuk
menyerang balik saat pemain City lengah. Praktis, penguasaan bola menjadi milik
pemain-pemain City. Mereka menguasai bola hingga 65% hingga 70%. Mereka
menyerang dengan rapi, sedangkan pemain-pemain MU membiarkan mereka
berlari-larian di depan kotak pinalti sambil sedikit-sedikit mencoba merebut
bola. Ada tujuh hingga sembilan pemain MU di wilayah pertahanan mereka sendiri.
Karena itulah gol pertama City baru tercipta menjelang akhir babak pertama yang
kemudian dibalas MU tidak lama setelah itu.
Bukan pasukan Guardiola namanya jika mereka
tidak terus menyerang untuk memenangkan pertandingan. Di babak kedua City
menyerang dengan penuh percaya diri. Sedangkan MU tampak ragu antara bertahan
atau menyerang. Mereka ragu antara memenangkan pertandingan dengan menyerang
City dan menambah gol atau bertahan di area kotak pinalti untuk mendapatkan
satu angka dengan mempertahankan skor 1-1.
Di saat mereka masih berada dalam keraguan,
City terus bermain apik melakukan umpan satu-dua hingga akhirnya mendapatkan
sepak pojok. City berhasil memaksa De Gea memungut bola dari dalam gawangnya
setelah Otamendi, bek tengah City, berhasil menyarangkan bola ke gawangnya.
Uniknya, gol kedua City ini mirip dengan gol pertama mereka. Lukaku, salah
seorang pemain MU, yang berusaha menyelamatkan gawang dengan menendang bola ke
depan. Bola tendangannya malah mengenai rekannya yang berbaris rapat di depan
kotak pinalti. Bola pun memantul ke arah gawang dan dieksekusi pemain City
menjadi gol. Jika gol kedua City disarangkan oleh Otamendi, gol pertama mereka
hasil tendangan David Silva.
Kemenangan City atas rival sekota mereka itu
membuktikan kehebatan seorang Pep Guardiola. Sang pelatih yang sebelumnya
berhasil membuat Barcelona merajai dunia tersebut memperlihatkan betapa
perkasanya klub yang ditanganinya saat ini. Dengan mengalahkan MU, City baru
saja membuat rekor baru di Liga Inggris, yaitu memperoleh kemenangan beruntun
selama 14 kali. Klub yang ditangani Pep ini masih menjadi satu-satunya tim yang
belum terkalahkan di Liga Inggris sejak bergulirnya kompetisi musim 2017/2018.
Selain itu, dengan kalahnya MU di tangan City, selisih poin antara pimpinan
klasemen dengan peringkat kedua melebar jadi 11 poin alias empat pertandingan.
Jika City konsisten dengan penampilan mereka saat ini, maka juara Liga Inggris
sudah bisa ditebak.
Apa yang terjadi di Liga Inggris saat ini
disebut oleh sebagian orang sebagai Pep’s effect. Nama Pep Guardiola
memang melambung tinggi sejak membesut Barcelona. Ia akrab dengan gaya
tiki-taka yang diusungnya saat membawa klub Spanyol tersebut berjaya di dunia.
Gaya bermain sepakbola yang mengandalkan penguasaan bola dengan umpan-umpan
pendek satu-dua itu membuat permainan sepakbola enak ditonton. Gaya itu bukan
hanya sekadar menghibur, tapi juga menghasilkan banyak tropi bagi Barcelona dan
juga Bayern Munchen, klub yang ditangani Pep sebelum membesut City.
Dengan tingginya penguasaan bola timnya Pep
Guardiola, maka lawan-lawannya sering bermain defensif alias menempatkan sekian
banyak pemain di depan gawang. Istilah ini kemudian dikenal dengan parkir bis.
Kita lihat saja, musim ini tim-tim Liga Inggris hampir selalu main bertahan
ketika berhadapan dengan City. Jika tidak, kemungkinan besar mereka akan
dibobol dengan skor yang cukup besar. Klub yang cukup berani meladeni permainan
menyerang City adalah Arsenal dan Liverpool. Hasilnya, mereka kalah telak.
Arsenal kalah 1-3. Sedangkan Liverpool dibantai 5-0.
Kini, City tampak berpacu sendirian di arena.
Mereka melaju dengan begitu mulus. Di klasemen Liga Inggris, mereka berjarak 11
poin dari peringkat kedua, yaitu MU. Ini mengingatkan kita saat Barcelona
memimpin La Liga, atau saat Bayern Munchen memimpin Liga Jerman.
Begitulah. Inggris mulai merasakan efek
kehadiran Pep Guardiola. Lawan-lawan bermain makin membosankan dengan bertahan
dan bertahan. Jika di Spanyol Barcelona tampak berpacu dengan Real Madrid atau
Aletico saja, dan di Jerman Munchen hanya tampak berpacu dengan Dortmund, maka
di Inggris City terlihat berpacu sendirian memimpin klasemen. Dominasi warna
biru makin kentara di Manchester. Proyek yang dicanangkan sang pemilik klub,
Syeikh Mansour tampak berjalan sesuai rencana. Tahun ini, Barcelona seperti
menemukan tandingan sepadan, yaitu Manchester City. shah wa
Kampung Damai, 11 Desember 2017
AWM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar