Namanya Ridwan Chesae. Dia anak Thailand, asli Thailand. Dia
menyebut tempat tinggalnya Phattani. Katanya, di daerah itu penduduknya
mayoritas beragama Islam. Kami semua tahu bahwa negara yang banyak gajahnya ini
dihuni mayoritas orang-orang Budha. Muslim merupakan penduduk minoritas di
sana. Menurut banyak cerita, umat Islam sering mengalami diskriminasi di
Thailand. Nah, sebagian besar umat Islam yang minoritas itu tinggal di Phattani
tempat Ridwan berasal.
Aku mengenal Ridwan sejak kelas satu intensif di Gontor. Kami teman
sekelas. Waktu itu, ada dua orang anak Thailand di kelas. Selain Ridwan, ada
Makding. Aku lupa nama lengkapnya. Rasanya, namanya cuma satu kata, Makding.
Kata Ridwan, Makding sudah lama meninggal karena sakit. Sejak lulus KMI, aku
tidak pernah bertemu Makding lagi. Ia pulang ke Thailand hingga akhir usianya. Sedangkan
Ridwan meneruskan pengabdiannya di Gontor hingga selesai sarjana.
Selama menjalani pengabdiannya di Gontor, Ridwan diberi amanah
menjadi pembimbing santri-santri yang berasal dari luar negeri. Banyak suka dan
duka yang ia alami selama membimbing mereka. Ia pernah bercerita harus
mengganti denda visa santri-santri yang melewati batas tinggal karena belum
terurus. Ia menggunakan uangnya sendiri. Jumlahnya tidaklah sedikit. Ridwan
begitu ikhlas menjalaninya.
Ia seakan mengerti arti pengorbanan. Tidak banyak yang tahu tentang
ini. Bahkan, kiai pun tidak tahu si Ridwan lebih banyak merogoh kantongnya
untuk santri-santri yang dibimbingnya. Aku tahu ia mendapatkan banyak ilmu dan
pelajaran hidup dari situ yang tidak didapatkan orang lain. Pengalamannya itu
sebanding dengan pengorbanan yang ia lakukan. Pengorbanannya tidaklah sia-sia.
Jika ia tidak menyadarinya sekarang, maka waktu akan memberitahunya kelak.
Kini, ia telah menikah. Beberapa bulan yang lalu ia pamit pulang ke
Thailand menemui pujaan hati yang dipilih orang tuanya. Aku tahu ia pasti akan
merindukan Gontor, merindukan kami, dan merindukan Indonesia yang sudah seperti
negaranya sendiri. Bahkan, ia sempat berniat menikah dengan orang Indonesia.
Tapi, orang tuanya keberatan. Ia diminta menikah dengan orang Thailand saja.
Ridwan pun mengiyakan.
Jika kami menyebut Ridwan Chesae, kami teringat satu hal unik
tentangnya. Sebanyak apapun uang yang ia miliki, ia tetap setia menggunakan
telepon genggam biasa. Entah apa alasannya hingga ia tak mau menggunakan android
alias telepon pintar anak zaman sekarang. Ia lebih suka menelepon kami
menggunakan pulsanya daripada membeli telepon baru dan memasang aplikasi WhatsApp
(WA). Ia pun rela ketinggalan berita-berita di grup-grup WA. Sampai
sekarang ia masih setia dengan telepon jadulnya hingga foto-foto pernikahannya
pun betapa sulit didapatkan. Jika ada orang yang tidak tertarik pada
kecanggihan aplikasi-aplikasi telepon pintar, dialah Ridwan Chesae. shah
wa
Kampung Damai, 5 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar