Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Rabu, 20 Desember 2017

Cikal Bakal Lahirnya Darussalam Pos


Pada tahun 1987 silam, bertepatan dengan jadwal liburan pertengahan tahun santri-santri Gontor, Majalah Himmah berinisiatif mengadakan kursus pers dan jurnalistik. Kegiatan ini diprakarsai Ustadz Ahmad Suharto yang baru saja menggantikan Ustadz Agus Salim Syukran memimpin majalahnya para mahasiswa Gontor tersebut. Kursus pers dan jurnalistik yang diadakan untuk pertama kalinya ini didukung pengurus Majalah Himmah lainnya, yaitu Ustadz Anding Mujahidin, Ustadz Tasirun Sulaiman, Ustadz Iskandar Effendi, dan guru-guru lainnya yang menyukai dunia tulis menulis.
Acara dilaksanakan untuk mengisi kekosongan santri-santri yang bermukim di pondok saat liburan (muqimin). Saat itu, jumlah muqimin hanya sekitar 56 orang. Merekalah peserta kursus pers dan jurnalistik yang diadakan Majalah Himmah pada waktu itu. Namun demikian, mereka begitu semangat mengikuti pelatihan menulis mengiringi semangat Ustadz Suharto dan kawan-kawan sebagai tim penyelenggara sekaligus tim pemateri. Majalah Himmah juga melibatkan Ustadz Nasrullah Zainul Muttaqien sebagai pembimbing acara sekaligus pemateri karena beliau dikenal sebagai guru yang tengah mendalami bahasa Indonesia di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Dalam acara kursus pers dan jurnalistik tersebut, santri muqimin memperoleh santapan materi tulis menulis, terutama terkait dengan dunia jurnalistik. Mereka diajari cara melakukan reportase, menulis berita, menyajikan feature, serta mengarang cerpen dan puisi. Mereka juga diajari teknik wawancara hingga menuangkan hasil wawancara itu menggunakan gaya bahasa kaum jurnalis. Tidak hanya berhenti di situ. Mereka juga diajari bagaimana menerbitkannya dalam bentuk majalah atau koran.
Kursus pers dan jurnalistik yang diadakan Majalah Himmah inilah titik tolak lahirnya Warta Mingguan Darussalam Pos. Usai acara, tanpa dikomando siapapun sebagian peserta kursus mengambil langkah bersama menerbitkan surat kabar dinding. Tepat pada hari pertama setelah liburan pertengahan tahun hasil karya mereka itu terbit, menampilkan berita-berita aktual tentang beragam aktivitas pondok.
Tak disangka, surat kabar dinding perdana yang tertempel di salah satu sudut pondok itu menarik banyak perhatian. Tidak sedikit santri yang meluangkan waktu berhenti di depannya untuk membaca tulisan jurnalis-jurnalis lulusan kursus pers dan jurnalistik Majalah Himmah itu. Mereka menamakannya Darussalam Pos menyesuaikan nama Pondok Modern Darussalam Gontor.
Anak-anak Darussalam Pos merasa tulisan mereka mendapat penghargaan tinggi dari teman-teman mereka para santri. Mereka pun makin giat membuat reportase dan menerbitkannya dalam bentuk surat kabar dinding. Di samping itu, tim mereka semakin kompak dan memiliki etos kerja tinggi hingga reportase dilakukan tiap hari dan surat kabar dinding itupun terbit tiap hari. Walaupun belum mendapatkan legalitas dari pondok, mereka tetap menerbitkannya, hingga rela dihukum bagian keamanan pondok atau staf pengasuhan santri karena sering bekerja larut malam, terutama di bulan pertama penerbitan. Mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan bermanfaat, baik bagi mereka sendiri maupun bagi santri-santri yang lain.
Namun, pada akhirnya, pondok melihat banyak manfaat dari terbitnya surat kabar dinding tersebut. Militansi anak-anak Darussalam Pos pun diapresiasi. Kegigihan mereka dibayar dengan diberikannya legalitas menerbitkan surat kabar dinding secara berkala, yaitu seminggu sekali, tidak lagi setiap hari, sehingga tak sampai menyita waktu belajar mereka.
Darussalam Pos mendapatkan kantor perdananya di Gedung Asia. Kegiatan mereka benar-benar difasilitasi oleh pondok. Akan tetapi, anak-anak Darussalam Pos dikenal lebih suka berusaha mandiri. Mereka mengupayakan peralatan kantor secara mandiri, mulai dari mesin ketik, komputer, printer, kertas, dan lain sebagainya. Seiring dengan kemandirian itulah idealisme anak-anak Darussalam Pos terus tumbuh dan mengakar kuat di hati mereka.
Hingga kini, mereka terus berkreasi dan berinovasi. Selain mengadakan kursus pers dan jurnalistik yang kemudian menjadi acara tahunannya, Darussalam Pos juga menggelar kegiatan ekspedisi, yaitu menimba ilmu ke berbagai penerbit, percetakan, kantor majalah dan koran, para penulis terkenal, dan sejumlah tokoh masyarakat. Wawasan pengetahuan yang mereka dapat dari kegiatan tersebut akan dibagikan kepada generasi Darussalam Pos berikutnya.
Kini, Darussalam Pos sudah berusia 30 tahun. Alumninya baru saja mengadakan reuni pada tanggal 16–17 Desember 2017 kemarin. Reuni tersebut sangat bermakna bagi anak-anak Darussalam Pos, baik bagi generasi lama maupun bagi generasi baru. Ternyata, idealisme yang mereka dapat dari Darussalam Pos tak pernah luntur dan terus menjadi motivasi untuk berkiprah di jagat raya ini. The show must go on! shah wa

Kampung Damai, 20 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar