Pada tahun 1987 silam, bertepatan dengan jadwal liburan pertengahan
tahun santri-santri Gontor, Majalah Himmah berinisiatif mengadakan
kursus pers dan jurnalistik. Kegiatan ini diprakarsai Ustadz Ahmad Suharto yang
baru saja menggantikan Ustadz Agus Salim Syukran memimpin majalahnya para
mahasiswa Gontor tersebut. Kursus pers dan jurnalistik yang diadakan untuk
pertama kalinya ini didukung pengurus Majalah Himmah lainnya, yaitu Ustadz
Anding Mujahidin, Ustadz Tasirun Sulaiman, Ustadz Iskandar Effendi, dan guru-guru
lainnya yang menyukai dunia tulis menulis.
Acara dilaksanakan untuk mengisi kekosongan santri-santri yang
bermukim di pondok saat liburan (muqimin). Saat itu, jumlah muqimin
hanya sekitar 56 orang. Merekalah peserta kursus pers dan jurnalistik yang
diadakan Majalah Himmah pada waktu itu. Namun demikian, mereka begitu
semangat mengikuti pelatihan menulis mengiringi semangat Ustadz Suharto dan
kawan-kawan sebagai tim penyelenggara sekaligus tim pemateri. Majalah Himmah
juga melibatkan Ustadz Nasrullah Zainul Muttaqien sebagai pembimbing acara
sekaligus pemateri karena beliau dikenal sebagai guru yang tengah mendalami bahasa
Indonesia di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Dalam acara kursus pers dan jurnalistik tersebut, santri muqimin
memperoleh santapan materi tulis menulis, terutama terkait dengan dunia
jurnalistik. Mereka diajari cara melakukan reportase, menulis berita,
menyajikan feature, serta mengarang cerpen dan puisi. Mereka juga
diajari teknik wawancara hingga menuangkan hasil wawancara itu menggunakan gaya
bahasa kaum jurnalis. Tidak hanya berhenti di situ. Mereka juga diajari
bagaimana menerbitkannya dalam bentuk majalah atau koran.
Kursus pers dan jurnalistik yang diadakan Majalah Himmah inilah
titik tolak lahirnya Warta Mingguan Darussalam Pos. Usai acara, tanpa
dikomando siapapun sebagian peserta kursus mengambil langkah bersama
menerbitkan surat kabar dinding. Tepat pada hari pertama setelah liburan
pertengahan tahun hasil karya mereka itu terbit, menampilkan berita-berita
aktual tentang beragam aktivitas pondok.
Tak disangka, surat kabar dinding perdana yang tertempel di salah
satu sudut pondok itu menarik banyak perhatian. Tidak sedikit santri yang
meluangkan waktu berhenti di depannya untuk membaca tulisan jurnalis-jurnalis
lulusan kursus pers dan jurnalistik Majalah Himmah itu. Mereka
menamakannya Darussalam Pos menyesuaikan nama Pondok Modern Darussalam Gontor.
Anak-anak Darussalam Pos merasa tulisan mereka mendapat
penghargaan tinggi dari teman-teman mereka para santri. Mereka pun makin giat
membuat reportase dan menerbitkannya dalam bentuk surat kabar dinding. Di samping
itu, tim mereka semakin kompak dan memiliki etos kerja tinggi hingga reportase
dilakukan tiap hari dan surat kabar dinding itupun terbit tiap hari. Walaupun
belum mendapatkan legalitas dari pondok, mereka tetap menerbitkannya, hingga
rela dihukum bagian keamanan pondok atau staf pengasuhan santri karena sering bekerja
larut malam, terutama di bulan pertama penerbitan. Mereka tahu bahwa apa yang
mereka lakukan bermanfaat, baik bagi mereka sendiri maupun bagi santri-santri
yang lain.
Namun, pada akhirnya, pondok melihat banyak manfaat dari terbitnya
surat kabar dinding tersebut. Militansi anak-anak Darussalam Pos pun
diapresiasi. Kegigihan mereka dibayar dengan diberikannya legalitas menerbitkan
surat kabar dinding secara berkala, yaitu seminggu sekali, tidak lagi setiap
hari, sehingga tak sampai menyita waktu belajar mereka.
Darussalam Pos mendapatkan kantor
perdananya di Gedung Asia. Kegiatan mereka benar-benar difasilitasi oleh
pondok. Akan tetapi, anak-anak Darussalam Pos dikenal lebih suka
berusaha mandiri. Mereka mengupayakan peralatan kantor secara mandiri, mulai
dari mesin ketik, komputer, printer, kertas, dan lain sebagainya. Seiring
dengan kemandirian itulah idealisme anak-anak Darussalam Pos terus
tumbuh dan mengakar kuat di hati mereka.
Hingga kini, mereka terus berkreasi dan berinovasi. Selain mengadakan
kursus pers dan jurnalistik yang kemudian menjadi acara tahunannya, Darussalam
Pos juga menggelar kegiatan ekspedisi, yaitu menimba ilmu ke berbagai
penerbit, percetakan, kantor majalah dan koran, para penulis terkenal, dan
sejumlah tokoh masyarakat. Wawasan pengetahuan yang mereka dapat dari kegiatan
tersebut akan dibagikan kepada generasi Darussalam Pos berikutnya.
Kini, Darussalam Pos sudah berusia 30 tahun. Alumninya baru
saja mengadakan reuni pada tanggal 16–17 Desember 2017 kemarin. Reuni tersebut
sangat bermakna bagi anak-anak Darussalam Pos, baik bagi generasi lama
maupun bagi generasi baru. Ternyata, idealisme yang mereka dapat dari Darussalam
Pos tak pernah luntur dan terus menjadi motivasi untuk berkiprah di jagat
raya ini. The show must go on! shah wa
Kampung Damai, 20 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar