Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Kamis, 21 Desember 2017

“Kayfa Sa‘yuka” dan “Soro Maza”

Reuni anak-anak depe (Darussalam Pos) baru saja usai. Banyak kisah penuh kesan yang diceritakan oleh generasi lama kepada generasi baru. Kehidupan selama di depe benar-benar sangat mengesankan mereka hingga kisah-kisah yang diceritakan mengalir begitu saja dalam reuni singkat itu.
Salah satu kisah menarik terlontar dari Bang Ubaidillah, salah satu generasi awal depe. Pada tahun 90-an, ada tamu dari tanah Arab yang berkunjung ke pondok. Mewawancarai seorang syaikh merupakan sebuah kebanggaan bagi anak-anak depe. Karena tamunya dari Arab, wawancara pastinya dilakukan dengan bahasa Arab.
Akhirnya, Bang Ubaidillah selaku pemimpin redaksi menugaskan salah seorang krunya. Anak depe yang “beruntung” mendapatkan tugas itu adalah Edward. Dia lantas bertanya, “Bagaimana cara wawancaranya? Harus pakai bahasa Arab ya?”
Bang Ubaidillah yang menyadari Edward kurang percaya diri karena bahasa Arab pas-pasan langsung mengatakan, “Kayfa sa‘yuka. The show must go on.
Kalau sudah mendengar kalimat kayfa sa‘yuka, anak depe langsung bergerak. Tidak ada yang komplain. Mereka langsung mendapat keberanian seperti orang yang maju ke medan perang. Siap mati. Edward pun berangkat dengan sejumlah pertanyaan yang telah ia siapkan di benaknya.  
Esoknya, anak-anak depe digemparkan sebuah peristiwa. Edward menjadi perbincangan, tidak hanya di kalangan santri, tapi juga di kalangan guru-guru. Ada apa sebenarnya? Edward yang polos itu benar-benar berani mewawancarai syaikh. Ada satu pertanyaan yang membuat syaikh kebingungan. “Antum soro maza hunaka, ya syaikh?”
Syaikh yang kebingungan pun bertanya kepada kiai dan guru-guru yang mendampingi. Sambil tersenyum dan sedikit menahan tawa, kiai menjelaskan kepada sang tamu maksud dari pertanyaan itu. Ternyata, peristiwa itu menyebar dari mulut ke mulut dan menjadi kisah lucu walaupun sedikit membawa malu.
Anak-anak depe pun jadi sasaran ejekan sepanjang tahun 90-an itu. Tapi, mereka menanggapinya dengan santai dan mengambilnya sebagai pelajaran berharga. Sejak saat itu, mereka selalu menyiapkan pertanyaan terlebih dahulu sebelum wawancara. shah wa

Kampung Damai, 21 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar