Mulai bulan lalu aku resmi menjadi warga Jintap. Dusun yang
terletak di Desa Wonoketro, Jetis, Ponorogo, tersebut tidak jauh dari Gontor.
Dulu, waktu masih di Gontor aku juga sering melewati daerah ini. Kawan-kawan
yang lain juga sering ke sini karena daerahnya dekat pasar. Ada nasi goreng
enak di dekat perempatan Jetis. Walaupun harganya lumayan mahal, kami sering
membelinya.
Tempat tinggalku saat ini hanya berjarak 500-an meter dari
perempatan itu. Selain nasi goreng, di dekat perempatan itu juga banyak makanan
lainnya. Ada warung bakso, mie ayam, sate gulai kambing, dan beraneka macam
gorengan. Karena itulah tempat ini selalu ramai dari pagi hingga malam hari.
Untuk membeli keperluan dapur atau bahan-bahan untuk memasak, kami
tidak perlu pergi jauh-jauh. Setiap hari ada pasar pagi di dekat perempatan
tersebut. Lebih ramai lagi jika tiba hari Wage, yaitu Pasar Wage. Semua
barang-barang yang kita cari mungkin ada di Pasar Wage.
Dusun Jintap memang sangat strategis. Kami bersyukur mendapatkan
tempat tinggal di sini walaupun hanya mengontrak sebuah rumah.
Untuk saat ini, rencana kami tinggal di sini sampai tahun 2019.
Dalam jangka waktu itu, kami menjadi bagian dari warga Jintap. Maka, mau tidak
mau, kami pasti terlibat dalam sekian aktivitas warga sini.
Aku sudah tiga kali mengikuti pertemuan bulanan bapak-bapak setiap
Jum’at Legi. Dalam pertemuan itu, sudah dua kali aku diminta memberikan kultum.
Cepat atau lambat, mengisi kultum itu sudah kuperkirakan sebelumnya. Ternyata,
kesempatan itu tidak menunggu lama, di pertemuan kedua yang kuikuti, aku sudah
mendapatkan giliran.
Hal yang sama juga kurasakan saat pertama kali shalat di masjid
warga Jintap. Sebulan kemudian ta’mir masjid sudah datang ke rumah dan
memintaku menjadi khatib pada awal November lalu. Kemarin pengurus ta’mir
datang lagi ke rumah. Aku diminta mengisi kekosongan imam masjid saat Pak
Thobron, pengurus masjid yang sering jadi imam itu, berhalangan.
Selain itu, bulan depan aku diminta mengisi pembelajaran al-Qur’an
untuk bapak-bapak dua kali sebulan. Aku menerimanya. Aku tahu ini adalah
kesempatanku untuk belajar bermasyarakat sekaligus belajar menempa diri dan
mengamalkan sedikit ilmu yang kumiliki. Ini adalah rezeki yang tidak berbentuk
materi, rezeki yang datang tak disangka-sangka. shah wa
Kampung Damai, 3 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar