Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Senin, 04 Desember 2017

Jintap

Mulai bulan lalu aku resmi menjadi warga Jintap. Dusun yang terletak di Desa Wonoketro, Jetis, Ponorogo, tersebut tidak jauh dari Gontor. Dulu, waktu masih di Gontor aku juga sering melewati daerah ini. Kawan-kawan yang lain juga sering ke sini karena daerahnya dekat pasar. Ada nasi goreng enak di dekat perempatan Jetis. Walaupun harganya lumayan mahal, kami sering membelinya.
Tempat tinggalku saat ini hanya berjarak 500-an meter dari perempatan itu. Selain nasi goreng, di dekat perempatan itu juga banyak makanan lainnya. Ada warung bakso, mie ayam, sate gulai kambing, dan beraneka macam gorengan. Karena itulah tempat ini selalu ramai dari pagi hingga malam hari.
Untuk membeli keperluan dapur atau bahan-bahan untuk memasak, kami tidak perlu pergi jauh-jauh. Setiap hari ada pasar pagi di dekat perempatan tersebut. Lebih ramai lagi jika tiba hari Wage, yaitu Pasar Wage. Semua barang-barang yang kita cari mungkin ada di Pasar Wage.
Dusun Jintap memang sangat strategis. Kami bersyukur mendapatkan tempat tinggal di sini walaupun hanya mengontrak sebuah rumah.
Untuk saat ini, rencana kami tinggal di sini sampai tahun 2019. Dalam jangka waktu itu, kami menjadi bagian dari warga Jintap. Maka, mau tidak mau, kami pasti terlibat dalam sekian aktivitas warga sini.
Aku sudah tiga kali mengikuti pertemuan bulanan bapak-bapak setiap Jum’at Legi. Dalam pertemuan itu, sudah dua kali aku diminta memberikan kultum. Cepat atau lambat, mengisi kultum itu sudah kuperkirakan sebelumnya. Ternyata, kesempatan itu tidak menunggu lama, di pertemuan kedua yang kuikuti, aku sudah mendapatkan giliran.
Hal yang sama juga kurasakan saat pertama kali shalat di masjid warga Jintap. Sebulan kemudian ta’mir masjid sudah datang ke rumah dan memintaku menjadi khatib pada awal November lalu. Kemarin pengurus ta’mir datang lagi ke rumah. Aku diminta mengisi kekosongan imam masjid saat Pak Thobron, pengurus masjid yang sering jadi imam itu, berhalangan.
Selain itu, bulan depan aku diminta mengisi pembelajaran al-Qur’an untuk bapak-bapak dua kali sebulan. Aku menerimanya. Aku tahu ini adalah kesempatanku untuk belajar bermasyarakat sekaligus belajar menempa diri dan mengamalkan sedikit ilmu yang kumiliki. Ini adalah rezeki yang tidak berbentuk materi, rezeki yang datang tak disangka-sangka. shah wa

Kampung Damai, 3 Desember 2017

Abdul Wahid Mursyid  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar