Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Senin, 04 Desember 2017

DP Melestarikan Bahasa Ibu

Tidak lama setelah resmi menjadi kru Warta Mingguan Darussalam Pos (DP), aku langsung menemukan keunikan instansi pemegang hak kegiatan jurnalistik di Pondok Modern Darussalam Gontor ini. Di ruangan yang tidak terlalu luas itu, mereka bebas berbahasa Indonesia. Ternyata, di tengah ketatnya peraturan pondok untuk berbahasa Arab dan Inggris, ada satu tempat untuk pengembangan bahasa Indonesia, yaitu Darussalam Pos.
Di sana mereka mencoba berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mereka juga belajar menulis menggunakan bahasa Indonesia yang tersusun dengan rapi, dituliskan dengan gaya jurnalistik yang merujuk pada salah satu surat kabar nasional. Mereka berdebat, berdiskusi, dan menggelar sidang redaksi menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
Hebatnya lagi, mereka punya peraturan tidak berbahasa Indonesia di luar ruangan itu. Keluar dari ruangan, mereka harus mematuhi peraturan pondok, berbahasa Arab dan Inggris. Anak-anak Darussalam Pos memang cerdas-cerdas, berdisiplin dengan baik. Mereka tahu kapan berbahasa Indonesia, kapan berbahasa Arab, dan kapan berbahasa Inggris. Karena itu, tidak heran jika bahasa Arab dan Inggris anak-anak jurnalis pondok ini patut diacungi jempol.
Buktinya, setiap tahun di antara kader mereka ada saja yang direkrut Bagian Penggerak Bahasa Pusat Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) atau diangkat menjadi bagian CLI (The Center for Language Improvement). Walaupun salah satu anggota mereka telah menjadi penegak bahasa, saat masuk ruangan Darussalam Pos, ia menanggalkan “jabatan” dan membiarkan anak-anak DP berbahasa Indonesia di ruangan itu.
Dengan terbitnya majalah dinding DP sejak tahun 80-an, tepatnya tahun 1987, pondok mulai mengembangkan bakat jurnalistik dan bakat menulis santri-santrinya. Majalah dinding diterbitkan menggunakan bahasa Indonesia. Secara tidak langsung, pondok membiarkan anak-anak yang suka menulis mengembangkan kemampuan menulis mereka menggunakan bahasa Indonesia, bahasa ibu kita.
Sadar tidak sadar, keberadaan Darussalam Pos di tengah-tengah santri merupakan cara pondok melestarikan bahasa Indonesia di antara dua bahasa wajib Gontor, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Penyajian berita-berita DP yang menggunakan bahasa Indonesia itu secara tidak langsung mengajari santri-santri bahasa Ibu Pertiwi. Mereka membaca, mereka belajar. Mereka yang menulis juga belajar. Semuanya belajar.
Karena itu, Indonesia tidak perlu takut kehilangan bahasanya karena pondok mewajibkan santri-santri berbahasa Arab dan Inggris. Gontor telah mengajari ribuan santrinya berbahasa Indonesia yang baik dan benar melalui Darussalam Pos. shah wa

Kampung Damai, 3 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar