Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Kamis, 14 Desember 2017

Pep Guardiola’s Effect

Tak ada pelatih yang membuatku tertarik menonton pertandingan sepakbola selain seorang Pep Guardiola. Pria kelahiran Spanyol inilah yang membawa Barcelona meraih treble winner dengan menjuarai tiga kompetisi sekaligus, yaitu Liga Champion, La Liga, dan Copa Del Rey. Bahkan, pada tahun 2009 itu, ia melengkapinya dengan menjuarai Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub. Total enam piala dia raih di musim pertamanya menukangi Barcelona. Sixtuple! Enam piala bergengsi yang tidak mudah didapatkan sekaligus.
Tapi, Pep mampu mendapatkannya di tahun pertamanya melatih Barcelona. Ia meraihnya dengan gaya. Saat itu, orang-orang dibuat berdecak kagum dengan penampilan Barca (panggilan Barcelona) di berbagai ajang. Mereka kagum dan terpesona menyaksikan Messi dan kawan-kawan memporak-porandakan barisan pertahanan lawan. Permainan yang dipertontonkan pasukan Guardiola sungguh indah dengan umpan satu-dua mereka. Sejak itulah dikenal istilah tiki-taka, gaya bermain Barca yang menyerang total mengandalkan kekompakan dan kerjasama apik dengan umpan-umpan pendek, terukur, dan cepat.
Pep benar-benar menciptakan monster sepakbola. Selama kepelatihannya, Barcelona seakan tak terbendung. Baik di kompetisi lokal maupun kompetisi internasional, pasukan Guardiola selalu ingin dihindari lawan. Berbagai rekor dalam dunia sepakbola mereka pecahkan. Penyerang mereka, Lionel Messi pun mendapatkan keuntungan lebih dengan menjadi pemain terbaik dunia sebanyak lima kali. Tidak hanya Messi, Iniesta dan Xavi pun pernah mendampingi Messi dalam tiga besar pemain terbaik dunia. Pep juga memaksa Real Madrid, musuh bebuyutan Barca di Liga Spanyol, harus mengganti pelatihnya beberapa kali.
Pada tahun 2012, Pep berhenti melatih Barcelona. Ia memutuskan beristirahat selama setahun. Selama masa istirahatnya banyak klub-klub besar yang mengincarnya. Dari Liga Inggris, ada Manchester United yang berharap kepada Pep untuk menggantikan Sir Alex Ferguson yang memutuskan pensiun. Namun, Pep lebih memilih mencari pengalaman di Jerman. Pada tahun berikutnya, ia resmi menjadi pelatih Bayern Munchen. Walaupun tidak berhasil menjuarai Liga Champion, ia berhasil membuat Bayern bermain menawan layaknya Barcelona dan merajai Liga Jerman tiga kali berturut-turut sebelum pindah ke Liga Inggris untuk melatih Manchester City mulai musim 2016/2017.
Dengan keberhasilannya itu, Pep mendapat pengakuan dari para pegiat sepakbola sebagai salah satu pelatih terbaik dunia. Ia menunjukkan kejeniusannya dalam meracik taktik dan meramu susunan pemain. Ia juga dikenal mampu memaksimalkan potensi para pemainnya. Ia tidak segan mengorbitkan pemain-pemain muda yang terus dipoles menjadi pemain andalan tim. Messi adalah orang yang mungkin sangat berterima kasih kepada Guardiola. Bukan Messi seorang saja pemain akademi Barca yang merasa terbantu karirnya, tapi juga Xavi, Iniesta, Sergio, Puyol, dan masih banyak lagi. Sedangkan di Munchen, para pemain Jerman termasuk kapten timnasnya, Philip Lahm, berkembang menjadi pemain serba bisa.
Banyak orang yang mengaitkan Guardiola dengan keberhasilan Spanyol dan Jerman dalam menjuarai piala dunia. Kenyataan itu memang sulit dipungkiri. Bisa dibilang, punggawa kedua timnas tersebut didominasi pemain asuhan Pep yang sudah fasih memainkan gaya bermain terapannya, baik di Munchen maupun Barcelona. Permainan timnas Spanyol dan Jerman yang menjuarai piala dunia itupun mirip dengan gaya bermain Barca atau Munchen. Maka, tidak heran jika orang-orang mengatakan bahwa Guardiola secara tidak langsung berperan penting mengantarkan Spanyol dan Jerman menjadi juara dunia.
Pep memang sosok yang mengagumkan banyak orang, sampai-sampai Manchester City harus bersabar beberapa tahun untuk mendapatkan tanda tangan kontraknya. Mereka harus bersabar menunggu Pep menyelesaikan masa kepelatihannya di Munchen. City mengembangkan proyek sepakbola berorientasi masa depan yang membutuhkan pelatih handal. Bagi mereka, tidak ada pelatih yang tepat untuk mewujudkan impian mereka selain Pep Guardiola. Untungnya, keinginan City tidak bertepuk sebelah tangan. Mereka mampu meyakinkan Pep bahwa proyek mereka tidak main-main. Sebagai orang yang gemar menggali potensi dan bakat para pemain muda, Pep sangat tertarik dengan tawaran City. Apalagi, di sana sudah ada teman lamanya waktu menangani Barcelona.
Hasilnya, City menunjukkan dominasinya tahun ini setelah setahun lalu bersabar memahami kehendak Guardiola, walaupun mereka melewatinya tanpa meraih trofi satupun jua. Setidaknya, tahun ini City mendapat predikat tim unggulan menjuarai Liga Primer dan Liga Champion. Melihat sepak terjangnya, bisa jadi tahun ini jadi milik City sepenuhnya dengan meraih treble atau sixtuple menyamai prestasi Barcelona. Bisa jadi, timnas Inggris akan mendapatkan keuntungan yang sama dengan timnas Spanyol dan Jerman dengan adanya Guardiola di negara mereka, yakni menjuarai piala dunia edisi 2018 mendatang.   
Ada beberapa punggawa timnas Inggris di City yang menunjukkan peningkatan performa di bawah Guardiola. Di antaranya adalah John Stones, Raheem Sterling, dan Kyle Walker. Ketiganya mendapat jatah untuk pergi ke Rusia nanti dalam rangka membela timnas Inggris di piala dunia. John semakin tangguh di barisan pertahanan tim Guardiola bersama Kyle Walker. Mereka sungguh tak tergantikan musim ini. Raheem Sterling tidak kalah hebat. Ia menjadi andalan City di barisan depan dan menjadi salah satu dari tiga pencetak gol terbanyak City.
Khusus untuk Stones dan Sterling, orang-orang penasaran dengan Guardiola. Mereka bertanya-tanya bagaimana pelatih berkepala plontos itu membuat kedua pemain timnas Inggris tersebut meningkat pesat tahun ini. Padahal, musim lalu Stones sering mendapat kritikan. Ia tampak rapuh sebagai benteng pertahanan City. Hal yang lebih parah dialami Sterling. Ia dikecam media Inggris habis-habisan terkait penampilan buruknya di timnas sebelum ia mendapat kepercayaan diri dari Guardiola. Setahun berlalu, mereka berdua berkilau tampil memukau bersama City. Kini, pujian untuk Stones dan Sterling datang dari mana-mana.
Dengan rendah hati, Guardiola mengatakan bahwa ia tidak berbuat apa-apa untuk keduanya. Ia tahu bahwa Sterling dan Stones adalah dua pemain bagus yang dimiliki timnas Inggris. Hanya saja, kepercayaan diri keduanya perlu ditingkatkan. Ia memberikan itu kepada Stones dan Sterling. Dengan usia mereka yang masih muda, Stones dan Sterling adalah aset berharga City dan timnas Inggris di masa mendatang. That’s Pep Guardiola’s effect! shah wa

Kampung Damai, 11 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar