Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis dunia. Tanpa cahaya, tak mungkin terlukis alam semesta. Tanpa cahaya tak terlukis pula keindahan cinta. Tanpa cahaya, dunia hanya bisa diraba namun tak bisa diterjemahkan kata. Tanpa cahaya, hidup pun tak bermakna. Tanpa cahaya, tak ada cinta. Cahaya adalah karunia Tuhan yang begitu berharga. Cahaya adalah tanda cinta Allah untuk kita.

Senin, 04 Desember 2017

Manusia dan Malaikat

Manusia dan malaikat merupakan dua jenis makhluk Allah yang sangat berbeda. Perbedaannya tampak jelas dari unsur penciptaan masing-masing. Menurut al-Qur’an, manusia tercipta dari unsur tanah, sedangkan malaikat tercipta dari unsur cahaya. Alam keduanya pun berbeda. Manusia tidak bisa memasuki alamnya para malaikat, namun malaikat bisa menyaksikan dengan bebas alamnya umat manusia di dunia ini. Bahkan, malaikat-malaikat tertentu mendapat tugas dari Allah untuk selalu mengawasi perbuatan manusia.
Sekilas, derajat malaikat tampak lebih tinggi dari manusia. Bisa dikatakan bahwa unsur cahaya tentu lebih baik dari unsur tanah. Karena itu, andai malaikat mau bersombong diri, tentulah mereka tidak mau bersujud kepada seorang manusia yang baru saja diciptakan Allah dari unsur paling hina, sebagaimana dituturkan iblis. Akan tetapi, para malaikat mengabaikan asal-usul mereka termasuk kedudukan mereka di sisi Allah demi menghormati manusia ciptaan Tuhan mereka. Apalagi, titah bersujud itu langsung dari Sang Pencipta.
Rupanya, bukan hanya karena titah Allah yang membuat malaikat rela menundukkan kepala mereka kepada Adam as. Sebagaimana kisah al-Qur’an, manusia di hadapan mereka itu memiliki kelebihan yang membuatnya begitu dimuliakan para malaikat sekaligus dibenci iblis dan para pengikutnya. Apa itu? Kelebihan apa yang dimiliki oleh manusia? Allah memberinya ilmu. Dengan ilmu itulah manusia menjadi mulia. Ilmu mengangkat derajat manusia dari tempatnya yang hina ke tingkatan yang amat tinggi hingga dimuliakan para malaikat.
Orang yang benar-benar berilmu tentu mengenal Tuhan penciptanya. Karena itulah manusia yang berilmu akan semakin dekat dengan Allah. Jika tidak, berarti ilmunya masih sangat dangkal. Bagaimana mungkin orang yang berilmu tidak mengetahui pencipta alam semesta. Berarti, ia tidak mengetahui hakikat semesta. Bagaimana mungkin orang yang berilmu tidak mengetahui pencipta dirinya sendiri sedangkan ia tahu tidak mungkin dia ada dengan sendirinya. Karena itulah manusia dituntut untuk terus mencari ilmu dari buaian hingga ke liang lahat. shah wa

Kampung Damai, 4 Desember 2017
Abdul Wahid Mursyid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar